Sabtu, 21 Oktober 2017

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN LELE (Clarias sp)

IDENTIFIKASI EKTOPARASIT PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN LELE (Clarias sp)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang telah lama dikenal oleh masyarakat dan telah dibudidayakan secara massal. Ikan nila merupakan salah satu jenis ikan yang berasal dari Benua Afrika.  Namun demikian, pada saat ini ikan nila telah menyebar diberbagai negara di dunia termasuk Indonesia (Popma dan Lovshin, 1995). Secara global, ikan nila merupakan salah satu komoditas penting dengan produksi dan kebutuhan yang semakin meningkat (Fitzsimmons, 2008 dalam Lianda dkk, 2015).
Ikan lele merupakan salah satu jenis ika tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia. Menurut Dirjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, lele menjadi komoditas unggulan karena mudah dibudidayakan, dapat dipelihara dengan padat tebar yang tinggi dalam lahan terbatas di kawasan marginal dan hemat air. Selain itu, lele memiliki pertumbuhan yang cepat, relative tahan terhadap penyakit, teknologi budidaya lele relative mudah dikuasai masyarakat, modal usaha dan pemasaran relative rendah, dipastikan banyak menyerap tenaga kerja dan terbukti menjadi usaha yang menguntungkan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2006a dalam Jufrie, 2006).
Penyakit pada ikan, terutama yang disebabkan oleh parasit, dapat menyebabkan penurunan kualitas ikan dan gangguan kesehatan pada manusia. Keberadaan parasit dapat menyebabkan efek mematikan pada populasi inang dan konsekuensinya dapat menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan. Parasit tidak hanya dapat merugikan industri perikanan, tetapi juga manusia yang mengonsumsinya (Palm et al., 2008 dalam Lianda dkk, 2015).
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam atau pada tubuh organisme lain (berbeda jenis), sehingga memperoleh makanan dari inangnya tanpa ada kompensasi apapun. Jadi parasit itu adalah organisme yang hidup di atas jerih payah organisme lain tanpa member imbalan apapun.
1.2              Tujuan
Tujuan praktikum ini yaitu untuk mengetahui jenis parasit yang menginfeksi ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp.).
1.3              Manfaat
Manfaat dilakukannya praktikum ini yaitu diharapkan agar dapat menambah wawasan mahasiswa serta dapat mengetahui dan mengaplikasikan langsung materi-materi yang diterimanya di bangku kuliah.
 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1              Ikan Nila (Oeochromis niloticus)
2.1.1        Klasifikasi Ikan Nila (Oeochromis niloticus)
Meurut Rukmana (1997) dalam Gusdi (2012) tingkatan taksa dalam menentukan silsilah (taksonomi), nila (Oreochromis nilotica) di klasifikasikan sebagai berikut :
Filum: Chordata
       Subfilum: Vertebrata
Kelas: Pisces
Subkelas: Acanthopterigii
Ordo: Percomorphi
   Subordo: Percaidae
Famili: Cichlidae
Genus: Oreochromis
Spesies: Oreochromis nilothicus 

Gambar 1: Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Sumber : Wikipedia, 2015
Pada awalnya, ikan nila dimasukan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau  ikan dari golongan tilapia yang tidak mengerami telur dan larva di dalam mulut induknya. Dalam perkembangannya, para pakar perikanan menggolongkan ikan nila ke dalam jenis  Sarotherodon niloticus atau kelompok tilapia yang mengerami telur dan larvanya di dalam mulut induk jantan dan  betinanya. Akhirnya diketahui bahwa yang mengerami telur dan larva di dalam mulut ikan nila hanya induk betinanya. Para pakar perikanan kemudian memutuskan bahwa nama ilmiah yang tepat untuk ikan nila adalah Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. Nama niloticus menunjukkan tempat ikan ini berasal, yakni Sungai Nil di Benua Afrika (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2010).
2.1.2        Morfologi ikan Nila (Oreochromis nilothicus )
Berdasarkan morfologinya, kelompok ikan nila ini memang berbeda dengan  kelompok tilapia. Secara umum, bentuk tubuh ikan nila panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus di bagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang  memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya 34 buah. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lunak dan keras. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya  juga tampak hitam. Bagian  pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2010).
Banyak orang yang keliru membedakan antara ikan nila dan mujair. Letak perbedaan keduanya bisa dilihat dari perbandingan antara panjang total dan tinggi  badan. Perbandingan ukuran tubuh ikan nila adalah 3: 1 dan ikan mujair 2 : 1. Selain itu, terlihat adanya pola garis-garis vertikal yang terlihat sangat jelas di sirip ekor dan sirip punggung ikan nila. Jumlah garis vertikal di sirip ekor ada enam buah dan di sirip punggung ada delapan buah. Garis dengan pola yang sama (garis vertikal) juga terdapat di kedua sisi tubuh ikan nila dengan jumlah delapan buah (Bernard dkk., 2010 dalam Aribowo, 2010).
Ikan nila memiliki 5 buah sirip, yakni sirip punggung (dorsal fin), sirip dada  (pectoral fin), sirip perut (ventral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2010). Sirip dubur (anal fin), sirip ekor (caudal fin), dan punggung (dorsal fin) mempunyai jari-jari lunak dan keras yang bersifat fleksibel. Sirip dubur terdiri dari 3 jari-jari sirip keras dan 9 sampai dengan 11 buah jari-jari sirip lemah. Sirip ekor terdiri dari 2 jari-jari sirip lemah mengeras dan 16 sampai dengan 18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung terdiri dari 17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah (BSN, 2009 dalam Aribowo, 2010).
Jika dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, ikan nila jantan memiliki  ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan agak runcing sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika perut ikan nila jantan di urut (striping), akan mengeluarkan sperma berwarna keputihan. Sementara itu, warna sisik ikan nila betina sedikit kusam dan mempunyai tubuh agak memanjang. Di bagian anus nila betina terdapat dua tonjolan membulat. Satu merupakan saluran keluarnya telur dan yang satunya lagi adalah saluran pembuangan kotoran (Bernard dkk., 2010 dalam Aribowo, 2010).
2.1.3        Syarat Hidup
Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya sehingga bisa dipelihara di daratan rendah yang berair payau hingga di dataran tinggi yang berair tawar. Habitat hidup ikan nila cukup beragam, dari sungai, danau, waduk, rawa, sawah, kolam, hingga tambak (Bernard dkk., 2010 dalam Aribowo, 2010).         
Ikan nila dapat tumbuh secara normal pada kisaran suhu 14-38°C dan dapat memijah secara alami pada suhu 22-37°C. Untuk pertumbuhan dan perkembangan, suhu optimum bagi ikan nila adalah 25-30°C. Pertumbuhan ikan nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah dari 14°C atau pada suhu tinggi 38°C. Ikan nila akan mengalami kematian pada suhu 6°C atau 42°C. Keadaan perairan yang baik bagi pertumbuhan ikan nila yakni memiliki kandungan oksigen minimal 4 mg/Lt, kandungan karbon dioksidanya kurang dari 5 mg/L, dan derajat keasaman (pH) sekitar 5-9 (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2010). Bahkan terdapat penelitian yang membuktikan bahwa ikan nila dapat hidup dalam air yang tercemar limbah karena ikan ini memiliki kemampuan mencerna dalam perairan dengan kandungan oksigen yang rendah (Gumisiriza et al, 2009 dalam Aribowo, 2010).
Selain suhu, faktor lain yang bisa mempengaruhi kehidupan ikan nila adalah salinitas atau kadar garam di suatu perairan. Ikan nila bisa tumbuh dan berkembangbiak pada kisaran salinitas 0-29 0/00 (per mill). Jika kadar garamnya 29-35 0/00, ikan nila bisa tumbuh, tetapi tidak dapat bereproduksi. Ikan nila yang masih kecil atau benih biasanya lebih cepat menyesuaikan diri dengan kenaikan salinitas dibandingkan dengan ikan nila yang berukuran besar (Andrianto, 2005 dalam Aribowo, 2010).
2.1.4        Kebiasaan Hidup Ikan Nila (oreochromis niloticus)
1.        Berkembang biak
Secara alami, ikan nila bisa memijah sepanjang tahun di daerah tropis. Frekuensi pemijahan yang terbanyak terjadi pada musim hujan. Di alamnya, ikan nila bisa memijah 6-7 kali dalam setahun. Berarti, rata-rata setiap dua bulan sekali, ikan nila berkembang biak. Ikan ini mencapai stadium dewasa pada umur 4-5 bulan dengan bobot sekitar 250 gram. Masa pemijahan produktif adalah ketika induk berumur 8 bulan - 2 tahun, atau dengan bobot di atas 500 gram/ekor. Seekor ikan nila betina dengan berat sekitar 800 gram menghasilkan larva sebanyak 1.200-1.500 ekor pada setiap pemijahan.
Sebelum memijah, ikan nila jantan selalu membuat sarang berupa lekukan berbentuk bulat di dasar perairan. Diameter lekukan setara dengan ukuran ikan nila jantan. Sarang itu merupakan daerah teritorial ikan nila jantan. Ketika masa birahi, ikan nila jantan kelihatan tegar dengan warna cerah dan secara agresif mempertahankan daerah teritorialnya tersebut. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat pemijahan dan pembuahan telur.
Proses pemijahan ikan nila berlangsung sangat cepat. Dalam waktu 50-60 detik mampu menghasilkan 20-40 butir yang telah dibuahi. Pemijahan itu terjadi beberapa kali dengan pasangan yang sama atau berbeda hingga membutuhkan waktu 20-60 menit. Telur ikan nila berdiameter 2,8 mm, berwarna abu-abu, kadang-kadang berwarna kuning, tidak lengket, dan tenggelam di dasar perairan. Telur-telur yang telah dibuahi dierami di dalam mulut induk betina kemudian menetas setelah 4 hari dengan suhu inkubasi sekitar 29°C. Telur yang sudah menetas disebut larva. Panjang larva maksimal 1,3 cm. Larva yang baru menetas diasuh oleh induk betina hingga mencapai umur 10 hari. Benih yang sudah tidak diasuh lagi oleh induknya akan berenang bergerombol di bagian perairan yang dangkal atau di pinggir kolam (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2010).
Dengan berkembangnya metode induced spawning pada ikan dimana  pembuahan telur dan sperma dapat dilakukan secara manual di luar tubuh  ikan, maka memungkinkan untuk dapat memanipulasi perkembangan gamet untuk memproduksi jenis ikan sesuai dengan tujuan budidaya (Rustidja, 1991 dalam Aribowo, 2010)  seperti yang dilakukan oleh Rozik dan Yasin (2007) dalam penelitiannya untuk membuat ikan nila tetraploid.

2.        Laju pertumbuhan
Laju pertumbuhan tubuh ikan nila yang dibudidayakan tergantung dari pengaruh fisika dan kimia perairan dan interaksinya. Sebagai contoh, curah  hujan yang tinggi akan menganggu pertumbuhan tanaman air dan secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan ikan nila yang dipelihara di kolam. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa laju pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) lebih cepat jika dipelihara di kolam yang airnya dangkal dibandingkan dengan di kolam yang airnya dalam. Penyebabnya adalah di perairan yang dangkal, pertumbuhan tanaman air sangat cepat sehingga ikan nila yang dipelihara di kolam yang dipupuk dengan pupuk organik, seperti kotoran ternak, lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan kolam yang dipupuk dengan pupuk anorganik/ pupuk buatan. Laju pertumbuhan berat ikan nila merah di  kolam lebih cepat dibandingkan dengan yang dipelihara dalam karamba  (Wirabakti, 2007 dalam Aribowo, 2010).
Hal lain yang menarik dari laju pertumbuhan ini adalah ikan nila jantan mempunyai laju pertumbuhan lebih cepat 40% dari pada ikan nila betina, apalagi jika ikan ini dipelihara secara kelamin tunggal (monosex), Artinya dalam satu kolam hanya dipelihara ikan nila jantan. Jika sudah mencapai ukuran 200 gram, pertumbuhan ikan nila menjadi semakin lambat, namun tidak demikian dengan ikan nila betina, jika sudah mencapai ukuran 200 gr, ikan nila betina akan tetap tumbuh pesat (Amri, 2003 dalam Aribowo, 2012). Pertumbuhan ikan nila berhubungan dengan jenis kelamin, dalam hal ini, pertumbuhan nila jantan  relatif lebih cepat dibandingkan dengan nila betina (Sucipto dkk., 2003 dalam Aribowo, 2010).
2.1.5        Pakan dan Kebiasaan Makan
Nila adalah ikan yang tergolong kedalam omnivor, yaitu pemakan segala jenis makanan. Makanan yang terdiri atas plankton hewani, plankton nabati, daun – daunan tumbuhan halus, seperti kangkung air, daun ubi jalar, dan petai cina, setritus dan lain – lain (Iskandar, 2003) dalam (Gusdi, 2012).
Pada habitatnya ikan nla bersifat pemangsa segala jenis tumbuh-tumbuhan ataupun hancuran sampah yang ada didalam air. Pada stadium larva ataupun benih mempunyai kebiasaan makan di perairan yang dangkal, jenis makanan yang paling disukai larva atau benih ikan adalah zooplankton. Ikan nila dewasa atupun induk pada umumnya mencari makan ditempat yang dalam. Jenis makanan yang disukai induk adalah fitoplankton (Rukmana, 1997) dalam (Gusdi, 2012).
Cara makan ikan nila adalah dengan mengais menggunakan ujung mulutnya. Di kolam-kolam atau perairan umum ikan nila sering kali mengais-ngais bagian tepi yang agak dangkal. Tetapi cara makan demikian dapat berubah apabila dibudidayakan secara intensif. Ikan nila juga sangat agresif terhadap pemberian pakan tambahan, bahkan dapat lebih afrisif dibandingkan ikan jenis lainnya (Santoso, 1996) dalam (Gusdi, 2012).
 
2.2              Biologi Ikan Lele (Clarias sp)
Saanin (1954) dalam Yustikasari (2004) menyatakan klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Klas : Pisces
Subklas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
 





Gambar 2. Ikan Lele (Clarias sp)
 Ikan lele memiliki gonad satu pasang yang terlatek disekitar usus, lambungnya relative besar dan panjang, hati dan gelembung renangnya berjumlah dua dan masing-masing sepasang, alat pernafasannya berupa insang dan insang tambahan berupa arborescent organ. Di samping itu, patil yang dimiliki tidak tajam dan geriginya tumpul.
Menurut Viveen dkk. (1987) dalam Yustikasari (2004), ikan lele (Clarias sp) memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
a)         Kulit berlendir dan tidak bersisik, mempunyai pigmen hitam yang berubah menjadi pucat apabila terkena cahaya matahari. Jika menderita stress akan timbul mozaik hitam putih.
b)        Mulutnya lebar, mampu memakan berbagai makanan, dari zooplankton renik sampai ikan dan pemakan bangkai.
c)         Sekitar mulut ada delapan kumis, yaitu nasal, maksila, mandibula luar dan mandibula dalam.
d)        Sirip tunggal terdapat pada punggung, ekor dan dubur, sedangkan sirip-sirip yang berpasangan terdapat pada dada dan perut.
e)         Mempunyai alat pernafasan tambahan berupa arborescent organ.
Ikan lele biasa hidup di perairan tawar, seperti air sungai, danau, rawa dan kolam. Ikan tersebut tidak terlalu bermasalah dengan kualitas air sehingga lele mampu hidup di air yang memiliki kualitas yang buruk, yang tidak disenangi oleh ikan lain, misalnya comberan dan air keruh (Agus dkk.,2001 dalam Yustikasari, 2004). Bahkan di air yang dangkal serta tempat yang tingkat penebaran ikannya padat dan kurang oksigen terlarutnya. Kondisi ideal air bagi hidup ikan lele dumbo adalah mengandung pH 6,5 sampai 9 dengan suhu 240C sampai 260C (Najiyati, 2001 dalam Yustikasari, 2004).
Secara morfologi ikan lele jantan dan betina data dibedakan dari urogenital papilla yang terletak di belakang anus. Ikan lele jantan memiliki urogenital papilla yang lebih panjang dan menonjol (Anonimous, 2002 dalam Yustikasari, 2004). Induk ikan lele jantan tidak dapat diambil spermanya dengan cara pengurutan (Stipping), sehingga induk jantan harus dibunuh terlebih dahulu kemudian diambil testisnya (Hernowo dan Suyanto, 2003 dalam Yustikasari, 2004).
2.3              Penyakit Ikan
Penyakit ikan adalah sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat disebabkan oleh organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang kehidupan ikan (Suwarsito dkk, 2014).
Penyakit ikan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi dan struktur dari alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya jasad pathogen (jasad penyakit). Dengan demikian timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan, dan jasad/organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pasa ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).
Hubungan antara parasit, ikan, dan faktor stres lingkungan terhadap proses terjadinya penyakit dapat dilihat pada Gambar berikut :
 
Gambar 3. Proses Terjadinya Penyakit pada Ikan
2.4              Parasit
Secara umum, parasit dapat  didefinisikan sebagai organisme  yang hidup pada organisme lain, yang disebut inang, dan mendapat keuntungan dari inang yang ditempatinya hidup, sedangkan inang menderita kerugian.  Parasit  memiliki habitat tertentu dalam tubuh inangnya. Berdasarkan lingkungannya, parasit dibedakan menjadi ektoparasit, yaitu parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang  dan yang memperoleh makanan dengan mengirimkan haustorium  masuk ke dalam sel-sel tumbuh inang itu (Anshary, 2008 dalam Yuliartati, 2011).
Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup di dalam atau pada tubuh organisme lain (berbeda jenis), sehingga memperoleh makanan dari inangnya tanpa ada kompensasi apapun. Jadi parasit itu adalah organisme yang hidup di atas jerih payah organisme lain tanpa member imbalan apapun. Parasitisme adalah hubungan dengan salah satu spesies parasit dimana inangnya sebagai habitat dan merupakan tempat untuk memperoleh makanan atau nutrisi, tubuh inang adalah lingkungan utama dari parasit sedangkan lingkungan sekitarnya merupakan lingkungan keduanya (Kordi, 2004 dalam Arbie, 2014).
Parasit memiliki habitat tertentu dalam tubuh inangnya. Berdasarkan lingkungannya, parasit dibedakan menjadi ektoparasit, yaitu parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang. Beberapa golongan parasit yang bersifat ektoparasit antara lain adalah ciliata, beberapa  flagellata, monogenea, copepod, isopod, branchiuran  dan lintah, sedangkan endoparasit adalah parasit yang ditemukan pada organ bagian
dalam inang. Golongan parasit yang masuk kelompok endoparasit antara  lain adalah digenea, cestoda, nematoda, acantocephala, coccidia, microsporidia,  dan  amoeba (Anshary,  2008 dalam Pujiantuti, 2015). Umumnya ikan-ikan yang hidup di alam dapat terinfeksi oleh berbagai jenis parasit cacing-cacingan seperti  Monogenea, Digenea, Nematoda  dan Acanthocepala. Monogenea umumnya ektoparasit dan jarang bersifat endoparasit. Hal ini sesuai dengan pendapat Kabata (1985),  dalam Pujiantuti (2015) bahwa monogenea salah satu parasit yang sebagian besar menyerang bagian luar tubuh ikan  (ektoparasit),  jarang menyerang bagian dalam tubuh ikan  (endoparasit)  biasanya menyerang kulit dan insang. Salah satu spesies dari kelas monogenea yang paling sering muncul pada ikan air tawar adalah Dactylogyrus sp. dan Gyrodactylus sp. (Rukyani, 1990 dalam Pujiantuti, 2015).
  
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
3.1              Waktu dan Tempat
Praktikum pengamatan dan identifikasi parasit pada ikan lele dan ikan nila dilaksanakan pada hari Rabu 23 November 2016, pukul 09.30 WITA sampai selesai, bertempat di Laboratorium Parasit Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas 1 Gorontalo.
3.2              Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum dapat dilihat pada table berikut:
Tabel 1. Alat yang digunakan pada praktikum
No
Alat
Fungsi
1
Gelas ukur
Sebagai tempat akuades
2
Pipet
Untuk meneteskan akuades ke media uji
3
Kaca preparat
Untuk meletakkan sampel yang diperiksa
4
Disetting set/alat bedah
Untuk membedah hewan uji/ikan
5
Timbangan
Untuk mengukur berat ikan
6
Talenan
Untuk meletakkan ikan yang akan diuji
7
Tissue
Untuk membersihkan peralatan
8
Microscop
Untuk mengamati parasit
9
ATM
Untuk mencatat hasil
10
Kamera
Sebagai dokumentasi
11
Cawan petri
Untuk meletakkan sampel (insang) yang akan diperiksa


Tabel 2. Bahan yang digunakan
No
Bahan
Kegunaan
1
Ikan Nila
Sebagai hewan uji
2
Ikan Lele
Sebagai hewan uji
3
Akuades
Untuk pengenceran

3.3              Prosedur Kerja
Sebelum pemeriksaan ektoparasit, terlebih dahulu sampel ikan diukur panjang dan beratnya. Pemeriksaan terhadap ektoparasit pada ikan nila dan ikan lele dilakukan dengan metode preparat ulas. Kerokan dilakukan pada permukaan sisik, ekor dan insang dengan menggunakan kaca preparat, lendir hasil kerokan diletakkan diatas kaca preparat steril dan ditetesi sedikit akuades untuk pengenceran, selanjutnya diamati di bawah mikroscop yang dilengkapi dengan kamera. Pemeriksaan parasit pada insang dilakukan dengan cara  membuka tutup insang/overkulum terlebih dahulu dan diambil lembaran-lembaran insang, diletakkan diatas cawan petri kemudian dihaluskan dengan menggunakan gunting dan ditetesi sedikit akuades untuk tujuan pengenceran setelah itu diletakkan diatas kaca preparat dengan menggunakan pipet tetes, kemudian diamati di bawah mikroscop.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1              Hasil
Berdasarkan praktikum yang dilakukan tentang pengamatan parasit pada ikan nila dan ikan lele didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil pengukuran panjang dan berat ikan
No
Jenis Ikan
Pengukuran
Panjang
Berat
1
Ikan Nila
17,2 cm
93 Gram
2
Ikan Lele
21,5 cm
79 Gram

Tabel 4. Hasil pengamatan parasit pada ikan nila (Oreochromis niloticus)
No
Organ target
Jenis
Jumlah
1
Insang
Dactylogyrus sp
1
2
Lendir tubuh
-
-
3
Lendir Ekor
-
-

Tabel 5. Hasil pengamatan parasit pada ikan lele (Clarias sp)
No
Organ target
Jenis
Jumlah
1
Insang
-
-
2
Lendir tubuh
-
-
3
Lendir Ekor
-
-
 
4.2              Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan pada ikan nila (Oreochromis niloticus) dan ikan lele (Clarias sp) menunjukkan bahwa ikan nila terinfeksi oleh organisme parasit Dactylogyrus sp. Tetapi sampel yang diperiksa tidak memperlihatkan kelainan patologis seperti peradangan dan nekrosis meskipun ditemukan parasit pada tubuhnya. Dactylogyrus sp merupakan parasit yang menyerang insang. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusumah (1976) yang menyatakan bahwa parasit jenis ini adalah parasit yang menyerang insang. Parasit ini mengambil sari-sari makanan pada inang dengan menggunakan jangkar dan alat penghisap. Pada ophistaptor terdapat kait, jangkar, dan alat penghisap ini menyebabkan kerusakan insang.
Dactylogyrus  sp. merupakan parasit yang sering menyerang ikan air tawar dan air laut. Parasit ini termasuk dalam klas monogenea yang memiliki sepasang bintik mata, saluran usus yang tidak jelas, sepasang jangkar yang tidak memiliki penghubung. Parasit ini mempunyai cara adaptasi yang unik. Sebagian tubuh, bagian anterior, tertanam ke dalam tubuh inang, sedangkan bagian tubuh lainnya berada diluar tubuh inang dengan peran fisologis yang berbeda. Bagian tubuh parasit yang berada di dalam tubuh inang berperan untuk mengambil nutrient, sedangkan bagian tubuh yang berada di luar, termasuk kantung telur berperan untuk salah satunya bereproduksi. Kantung yang berada di luar tubuh tersebut memudahkan parasit ini melepaskan telurnya ke air.

 

Gambar 4. Parasit Dactylogyrus sp yang ditemukan di insang ikan nila
Sedangkan pada ikan lele (Clarias sp) yang keadaan ikan jika dilihat dari luar terdapat adanya gejala-gejala terinfeksinya penyakit yang ditandai dengan gerakan ikan menjadi lamban, keadaan  tubuhnya dipenuhi luka, insang terlihat pucat dan tubuhnya banyak mengeluarkan lendir tetapi saat dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan parasit pada lendir maupun pada insang ikan lele (Clarias sp) tersebut.
   

BAB V
PENUTUP
5.1              Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ditemukan parasit jenis Dactylogyrus sp. pada ikan nila yang diamati. Sedangkan pada ikan lele yang terlihat gejala-gejala terinfeksi penyakit tidak ditemukan satupun jenis parasit pada tubuhnya.
5.2              Saran
Dalam melakukan pengamatan penyakit khususnya parasit, sebaiknya dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar agar dapat menemukan jenis parasit yang menginfeksi ikan tersebut.
  
DAFTAR PUSTAKA
Aribowo, J. 2010. Karakterisasi Varietas Unggulan Ikan Nila (Oreochromis sp.) Di Broodstock Center, Satker Pbiat Janti, Klaten berdasarkan Ciri Morfologi dan Pola Pita Serta kandungan Protein. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret
Arbie, M. 2014. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Trichodina sp, Pada Kulit  dan Insang Ikan Mas (Cyprinus carpio) di Balai Pengembangan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBIAT) Gorontalo. Skripsi. Program Studi Budidaya Perairan. Jurusan Tehnologi Perikanan. Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian. Universitas Negeri Gorontalo
Gusdi, A. 2012. Pengembangan Usaha keramba Jaring Apung pada Petani Kelurahan Parit Mayor. Kota Pontianan Kalimantan Barat. Tesis. Ilmu Kelautan Bidang Manajemen Perikanan. Program Pasca Sarjana. Universitas Tebuka. Jakarta
Jufrie, F, M. 2006. Efektivitas Aromatase Inhibitor pada Perendaman Embrio Terhadap Sex Reversal Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor
Kordi K, M, G, H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. PT Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta
Lianda, N., Y, Fahrimal., R, Daud., Rusli., D, Aliza., M, Adam. 2015. Identifikasi Parasit Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Irigasi Barabung Kecamatan Darussalam Aceh Besar. Jurnal. Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Vol. 9, No. 2
Pujiastuti, N. 2015. Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Konsumsi Di Balai Benih Ikan Siwarak. Skripsi. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Semarang
Yuliarti, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit pada Ikan Patin (Pangasius djambal) pada Beberapa Pembudidaya Ikan Di Kota Makassar. Skripsi. Rogram Studi Budidaya Perairan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar
Yustikasari, Y. 2004. Pengaruh Penyuntikan Ekstark Jaha Terhadap Perkembangan Diameter dan Posisi Inti Sel Telur Ikan Lele Sangkuriang (Clarias sp). Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor